Sabtu, 29 Oktober 2016

Papua Jadi Bahasan Utama Indonesia dan Australia di Bali

menlu-dan-menhan-australia-indonesia-bahas-tiga-isu-ini-di-bali

Christie Stefanie & Prima Gumilang, CNN Indonesia Kamis, 27/10/2016 15:49 WIB
Sebarkan:      
Papua Jadi Bahasan Utama Indonesia dan Australia di BaliUnjuk rasa Aliansi Mahasiswa Papua. Persoalan Papua akan dibahas bersama oleh Indonesia dan Australia. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Persoalan Papua akan menjadi pembahasan utama Indonesia dan Australia dalam forum 2+2 antarkedua negara di Bali. Dialog 2+2 yang bertujuan untuk mempererat kerja sama kedua negara ini melibatkan Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pertahanan masing-masing negara.

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, pada forum itu ia akan menyoroti 'tangan-tangan' negara lain yang mencampuri urusan Papua.

"Saya sampaikan kepada Australia, menegur saja, saya sudah bilang dari awal, saya tidak pernah ikut campur urusan negara lain. Negara lain juga tidak perlu ikut campur urusan kita (Indonesia)," kata Ryamizard di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis (27/10).

Papua sempat menjadi sorotan dunia dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa September lalu, saat enam kepala negara Pasifik mempertanyakan kasus-kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang terus terjadi di wilayah paling timur Indonesia itu.

Mereka yang mengkritisi persoalan HAM di Papua ialah kepala negara Kepulauan Solomon, Republik Vanuatu, Republik Nauru, Republik Kepulauan Marshall, Kerajaan Tonga, dan Tuvalu.

Itu kali pertama Papua dibahas di PBB setelah 1969, yang berakhir dengan penyerahan Papua secara resmi kepada Indonesia setelah Penentuan Pendapat Rakyat menghasilkan bergabungnya Papua dengan Indonesia.
Baca juga:Keluarga Korban Paniai Desak PBB Datang ke Papua
Selain soal Papua, Indonesia juga akan mengangkat topik Laut China Selatan. Indonesia dan Australia akan bersama-sama menyuarakan kepada negara-negara di sekitar Laut China Selatan untuk meredam ketegangan dan menjaga stabilitas kawasan.

Topik terorisme juga tak akan luput dibahas. Ryamizard tak menampik kemungkinan kerja sama antara Indonesia dan Australia untuk memerangi ISIS, terutama untuk mengantisipasi simpatisan ISIS yang kembali ke negara masing-masing dari Suriah.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto sebelumnya mengatakan, Australia siap membantu Indonesia memerangi terorisme. Hal itu ia sampaikan usai bertemu Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop kemarin .

Pertemuan 2+2 antara Indonesia dan Australia kali ini merupakan yang keempat. Pertemuan pertama digelar di Canberra pada 2012, pertemuan kedua di Jakarta pada Desember 2013, dan pertemuan ketiga di Sydney pada Desember 2015.
Baca juga:Wiranto dan Luhut Bawa Dubes Australia Kunjungi Papua
Rabu (26/10), Wiranto mengakui pemerintah belum menuntaskan penyelesaian sejumlah kasus pelanggaran hak asasi manusia di Papua. Oleh sebab itu ia memperpanjang masa kerja Tim Terpadu Penyelesaian Dugaan Pelanggaran HAM Papua hingga setahun ke depan.

"Ya belum selesai, masak (kerja tim) dihentikan. Targetnya sampai (kasus) selesai," kata Wiranto di kantor Kemenko Polhukam.

Matius Murib (kanan), anggota Tim Terpadu Penyelesaian Dugaan Pelanggaran HAM di Papua. (CNN Indonesia/Anggi Kusumadewi) Tim Terpadu Penyelesaian Dugaan Pelanggaran HAM Papua dibentuk pada Mei 2016 semasa Menko Polhukam dijabat Luhut Binsar Pandjaitan. Tim yang diketuai Profesor Seno Aji tersebut seharusnya berakhir dua hari lalu, Selasa (25/10). Namun mereka pun merasa perlu melanjutkan pekerjaan setidaknya sampai setahun lagi.

Tim Terpadu Penyelesaian Dugaan Pelanggaran HAM Papua yang bekerja di bawah koordinasi Kemenko Polhukam itu bertugas menghimpun data, informasi, dan menganalisis sejumlah kasus pelanggaran HAM di Papua. Laporan tim akan diserahkan kepada Presiden.

Matius Murib, aktivis HAM Papua yang menjadi anggota tim terpadu, mengatakan selama ini tim belum memberikan hasil nyata. Mereka lebih banyak menggelar rapat koordinasi untuk mendengar perkembangan penyelidikan tiap kasus, termasuk penjelasan dari institusi terkait seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

Meski demikian, tim menyatakan telah membuat kriteria pelanggaran HAM secara transparan, terukur, dan tidak berpihak. Dari parameter itu, tim menyimpulkan terdapat 13 kasus di Papua yang masuk daftar pelanggaran HAM. Tiga kasus di antaranya digolongkan sebagai pelanggaran berat HAM, yakni Peristiwa Wasior pada 2001, Peristiwa Wamena pada 2003, dan Peristiwa Paniai 2014.

Ketiga kasus tersebut dinyatakan sudah selesai penyelidikannya dan sudah memiliki bukti hukum. Bahkan, berkas kasus telah diserahkan kepada Kejaksaan Agung.

Namun terdapat perbedaan pendapat antara Komnas HAM dengan Kejaksaan Agung. Komnas HAM menginginkan agar kasus tersebut dibawa ke pengadilan dengan menggunakan UU Pengadilan HAM, sedangkan Kejaksaan Agung ingin proses pengadilan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) biasa.
Baca juga:Wajah Muram Papua di Tangan Jokowi
Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Papua juga mendesak agar 10 kasus lainnya diselesaikan lewat jalur hukum dan politik. Tim meminta Kejaksaan Agung mempercepat proses hukum kasus-kasus itu dan segera melakukan gelar perkara.

“Lakukan penegakan hukum sesuai sistem yang berlaku, dan upayakan langkah politik lewat DPR RI untuk menetapkan apakah kasus-kasus yang terjadi sebelum tahun 2000 masuk kategori pelanggaran HAM atau kriminal biasa,” kata Matius. (agk)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar